Viral Soal Anggaran Operasional Ambulan, Ini Tanggapan Dari Desa Sindangkerta

  • Muhammad Akbar
  • 08/04/2021
  • 10:17
Viralnya anggaran operasional ambulan Desa Sidangkerta di sosial media yang menjadi bahan cibiran netizen, beginilah klarifikasi pemerintahan desa Sindangkerta. (foto: Pemdes Sindangkerta)

Cililinku, Sindangkerta-Viralnya anggaran operasional ambulan Desa Sidangkerta di sosial media  yang menjadi bahan cibiran netizen, beginilah klarifikasi  pemerintahan desa Sindangkerta.

Rabu (7/4/2021), Sekretaris Desa Sindangkerta, Nandang Hermawan saat dimintai keterangan cililinku.com di Kantor Desa Sindangkerta Jalan Raya Sindangkerta Desa Sindangkerta Kecamatan Sindangkerta menjelaskan perihal cibiran netizen itu ada yang benar, ada juga yang belum tentu kebenarannya.

(foto: Pemdes Sindangkerta)

Nandang menjelaskan anggaran tahun 2020 untuk ambulan sebanyak Rp90 juta memang benar.

Terkait rinciannya ia menjelaskan pemdes sudah selesai diperiksa oleh inspektorat, tinggal melengkapi dokumen yang kurang, seperti rujukan-rujukan rumah sakit.

“Register kita (pemdes) sudah diambil inspektorat,” ujarnya.

“Jadi selama tahun 2020 penggunaan anggarannya untuk berapa ratus orang itu betul,” tuturnya kata dia melanjutkan.

Nandang mengklarifikasi biaya perawatan Rp7.5 juta per bulan yang diperkirakan itu jelas bukan Rp7.5 juta per bulan sebenarnya.

“Kalau soal perawatan yang paling urgent itu tiap tahunya itu paling servis sudah jelas, ya servis mobil berapa tiap tahunnya kalau mobil dipakai tiap hari jarak jauh, oli yang dipakai berapa kali dalam setahun tinggal dikalkulasikan, kalau servis berapa kali untuk satu tahun, dan untuk honor supirnya kan Rp1.5 juta per bulannya,” katanya.

“Tinggal kurangkan saja Rp7,5 dengan uang honor supirnya, terus kita (pemdes) gunakan sesuai dengan acuan permendagri mengenai biaya operasional di luar konteks anggaran yang tercantum,” ujarnya.

Menurut dia, dalam aturan Perbup ada biaya operasional 5 persen yang digunakan untuk PKPKD PPKD 5 persen. “Kalau pajak sudah jelas kita alokasikan pajak,” tuturnya.

Terkait uang pembayaran masyarakat sampai dengan Rp600 ribu, sekdes tidak bisa menjawab benar tidaknya.

“Kalau memang ada yang dipungut sampai Rp600 ribu, mungkin tidak semua,” ujarnya.

Ia menjelaskan pemdes menggunakan surat keputusan kepala desa yang berisikan, penggunaan ambulan yang tidak menggunakan biaya adalah tujuan ke lingkungan Kabupaten Bandung Barat dan Cimahi, untuk luar wilayah tersebut seperti Bandung induk dan Kabupaten Bandung itu jelas bayar setengah, lebih diluar dari wilayah itu pembayaran full, dan untuk pengambilan jenazah tidak dipungut biaya.

(foto: Pemdes Sindangkerta)

Mengenai adanya yang dipungut biaya dan muncul di sosmed, sekdes mengatakan saat diminta untuk konfirmasi dengan orang yang bersangkutan tidak ada yang mau.

“Kenyataannya seperti itu, kalo memang ada pungutan, kita sudah mengultimatum terhadap supir ambulan betul dan tidaknya, kalau betul misalkan diluar konteks yang tadi, ke wilayah KBB dan Cimahi masih dipungut otomatis harus dikembalikan, sedangkan kalau diluar KBB atau sampai ke Jakarta itu beda lagi cerita sesuai dengan sk yang ada dan sudah di share, sudah dipang-pang anggaran tersebut dalam acara musdes,” paparnya.

Dalam Musdes, kata dia, sudah dijelaskan mana yang dibiayai, mana yang setengah pembiyaiaan, dan mana yang tidak dibiayai.

“Sedangkan kepala desa tidak mungkin contohnya pengambilan jenazah orang Sindangkerta yang mengalami kecelakaan di Cianjur , apakah diminta biaya?, tidak kenyataannya, pasalnya tidak memungkinkan lah” katanya.

Ia mengatakan pemdes tidak mematok harga. “Kalau memang ada pematokan harga kenapa tidak di konfirmasi?,” tuturnya.

Terkait adanya yang meminta rincian Rp90 juta, ia mengatakan tidak mungkin. “Tinggal di konfirmasikan saja kepada masyarakat yang pernah dibawa ambulan, siapa yang diminta biaya, siapa yang tidak dan siapa yang mengambil jenazah diminta,” ujarnya.

“Kalau misalkan mengambil jenazah itu diminta, itu tidak apa apa, terus diluar Kabupaten Bandung atau Bandung diminta biaya tidak apa apa, kalau yang di Bandung Barat atau Cimahi, baru untuk biaya ambulan itu sendiri tidak ada biaya,” katanya.

“Kalau misalkan mau memberi terhadap supir, berapapun terserah,” tuturnya.

Dia pun mencontohkan satu kasus saat di konfirmasi ke supir bahwa si A memberikan anggaran kepada supir, saat supir diminta konfirmasi minta tidaknya, dan ternyata tidak, ya sudah karena supir tidak enak, lalu ingin mengembalikan uang tersebut tapi ditolak.

“Apa maksudnya gitu, malah sampai ada omongan diminta Rp600 ribu, ya sudah pa budi kembalikan saja kalau memang tidak minta,” ujarnya.

“Kalau memang minta silahkan kembalikan otomatis,” tuturnya.

Ia mengatakan ranah desa seharusnya tidak usah ditampilkan di media sosial, kalau misalnya minta rincian pemdes bukan kewenangannya.

“Silahkan aturan yang disebut transparansi itu sampai sejauh mana, tidak. Transparansi itu sudah membeberkan penggunaan anggarannya seperti apa dan anggarannya berapa, kalau memang anggaran tersebut rinciannya mau diminta oleh masyarakat, BPD atau sebagainya itu tidak bisa, pasalnya yang wajib mengetahui dokumen tersebut karena dokumen itu dokumen negara ya inspektorat,” ujarnya.

(foto: Pemdes Sindangkerta)

“Inspektorat pun ingin mengetahui laporan dokumen tersebut terhadap kepala desa, harus ijin dulu terhadap bupati,” tuturnya.

Ia mengatakan itu saja bukti tranparansi pemdes, LRA nya dimusdeskan, apabila ada pertanyaan silahkan dituang di ranah musdes, puas dan tidak puas itu beda pemahaman.

“Itu mungkin yang merasa tidak puas, terus mengeluarkan opini di media sosial, kalau memang ingin tahu rinciannya, kenapa harus seperti ini?, tinggal datang saja ke inspektorat,” jelasnya.

Menurut pribadinya, kepala desa dan pemerintah desa itu terbuka. Sampai sejauh mana pemdes bisa menyampaikan hal-hal tersebut mengenai anggaran baik langsung ke kepala desa atau pemerintah desa yang melaksanakan kegiatan tersebut.

“Kalau ada pertanyaan tidak usah ke ranah sosmed, kalo kita diminta jawaban dan tidak bisa menjawab, kalau urusan keuangan kan ada di kepala desa, kalau kita hanya melaksanakan saja,” ujarnya.

“Kalau ada yang sakit dan ternyata tidak diantar oleh ambulan desa, baru itu melanggar aturan,kalau menurut saya mah,” tutur sekdes.

Ia mengatakan kepala desa selalu terbuka apabila ada yang mau ditanyakan, “Pasalnya seluruh masyarakat tau no wa kepala desa, tinggal bertanya saja,” tutupnya. (pur)

Trending

Berita Terkini

logo

© Copyright 2024 cillinku.com