Tiga Cara Meraih Malam Lalilatul Qadar
- Puristian Jiwa Permana
- 03/05/2021
- 13:00
LAILATUL qadar adalah malam yang diburu oleh kaum muslimin. Sebab, malam itu lebih baik dari seribu bulan. Ibadah di malam itu, dengan demikian, lebih baik dari ibadah selama 83 tahun.
Lalu, bagaimana cara memburu lailatul qadar agar mendapatkannya? Tersebab tanggalnya yang tidak dapat dipastikan, lailatul qadar menjadi misteri tersendiri. Namun, ada tiga cara terbaik yang insya Allah memudahkan mendapatkan lailatul qadar.
Menghidupkan malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir Ramadan dengan ibadah. Ini merupakan cara terbaik ketiga. Didasarkan pada pendapat mayoritas para ulama bahwa lailatul qadar turun pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan. Yakni malam 21, 23, 25, 27 atau 29.
Para ulama tidak menyepakati satu tanggal tertentu meskipun ada hadis yang menyebutkan bahwa lailatul qadar (pernah) terjadi pada malam 27. Sebagian ulama Syafiiyah berpendapat lailatul qadar jatuh pada malam ke-21.
Namun mayoritas ulama berpendapat lailatul qadar bisa jatuh pada salah satu malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.
“Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil” (Muttafaq alaih)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan lailatul qadar, seorang muslim harus menghidupkan malam-malam ganjil pada 10 hari terahir dengan ibadah. Lebih utama lagi jika melakukan itikaf.
Menghidupkan 10 hari malam terakhir Ramadhan dengan ibadah. Meskipun para ulama sepakat lailatul qadar terjadi pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan, sering kali di zaman sekarang terjadi perbedaan awal Ramadan. Karena ada perbedaan awal Ramadan, maka malam ganjilnya pun menjadi berbeda. Di saat sebagaian umat meyakini malam itu malam ganjil, sebagian umat yang lain meyakini malam itu adalah malam genap. Maka mengambil keseluruhan malam ganjil dan malam genap pada 10 hari terakhir berpeluang lebih besar mendapatkan lailatul qadar.
Rasulullah, istri beliau dan para sahabat beliau mencontohkan melakukan itikaf pada 10 hari terakhir. Bukan hanya pada malam-malam ganjil.
Cara terbaik kedua ini, sesuai dengan nasehat Syaikh Yusuf Qaradhawi: “Jika masuknya Ramadhan berbeda-beda di berbagai negara sebagaimana yang kita saksikan saat ini, maka malam-malam ganjil di sebagian wilayah adalah malam genap di wilayah lain. Sehingga untuk hati-hati, carilah lailatul qadar ini di seluruh 10 malam terakhir Ramadhan.”
Menghidupkan seluruh malam Ramadan dengan ibadah. Kendati mayoritas ulama berpendapat bahwa lailatul qadar turun pada malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan, ada juga yang berpendapat kemungkinan turunnya lailatul qadar di malam lain di bulan Ramadan. Jika demikian halnya, maka cara terbaik adalah menghidupkan seluruh malam Ramadan dengan ibadah.
Bagaimana caranya? Pada 20 malam pertama, hidupkanlah malam Ramadan dengan ibadah, minimal pada sepertiga malam terakhirnya. Setelah itu, pada 10 hari terakhir beriktikaf sebagaimana dicontohkan Rasulullah.
Mengapa untuk awal Ramadan “cukup” di sepertiga malam terakhir? Sebab seperti dijelaskan di surat Al Qadr, lailatul qadar terbentang hingga terbitnya fajar. Kapan mulainya kita tidak tahu, tetapi kapan akhirnya kita tahu: terbitnya fajar. Maka jika pun tak mendapat dari awal, kita tidak ketinggalan dari bagian akhirnya.
Cara terbaik inilah yang dipraktikkan oleh para ulama seperti Imam Syafii dan Imam Bukhari yang menghidupkan seluruh malam pada bulan Ramadhan hingga beliau bisa mengkhatamkan Alquran setiap malam.
Sedangkan Rasulullah, beliau tidak pernah melewatkan satu malam pun kecuali menghidupkannya dengan qiyamullail. Bahkan dalam salah satu hadis disebutkan betapa lamanya beliau salat malam hingga kaki beliau bengkak. Dalam hadis yang lain dijelaskan bahwa salat malamnya Rasulullah, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa dalam satu rakaat. Masya Allah. [Bersamadakwah]